I. Latar Belakang Masalah.
Upaya perluasan kesempatan memperoleh pendidikan, khususnya pedidikan dasar, menempati prioritas tertinggi dalam Pembangunan Pendidikan Nasional. Hal itu sangat beralasan karena sesuai dengan UUD 1945 dan GBHN yang mengamatkanbahwa :
a. Tiap-tiap warga negara berhak pngajaran.
b. Pemerintah berupaya untuk memperluas kesempatan pendidikan baik pendidikan dasar, kejuruan, profesional melalui jalur sekolah dan luar sekolah.
Dalam rangka memperluas kesempatan belajar, khususnya ditingkat pendidikan dasar, pemerintah telah menggariskan kebijakan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan dimulai dilaksanakan sejak tahun 1994/1995. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi kesenjangan sosial yang terjadi do masyarakat yang menuju kearah modernisasi dan industrialisasi, pendidikan dipandang sebagai salah satu faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas kerja tenaga kerja terdidik, oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan perluasan dan keadilan untuk memperoleh kesempatan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara.
Upaya peningkatan mutu perluasan pendidikan membutuhkan sekurang–kurangnya 3 faktor :
a. Kecukupan sumber–sumber pendidikan dalam arti kualitas tenaga kependidikan, biaya dan sarana belajar.
b. Mutu proses belajar mengajar yang dapat mendorong siswa belajar efektif.
c. Mutu keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap, ketrampilan, Dan nilai–nilai.
(dr. Nanang Fattah, Ekonomi dan pembiayaan pendidikan, Cet 1, 2000, PT Remaja Rosdakarya – Bandung (hal 90))
Dari data lapangan diperoleh informasi bahwa rata–rata tingkat putus sekolah dan tinggal kelas di tingkat dasar cukup tinggi, terutama didaerah pedesaan yang pada umumnya berasal dari keluarga yang pendapatanya rendah, disamping itu terdapat ketimpangan akses antara anak dari keluarga yang berpendapatan tinggi dengan anak dari keluarga yang berpendapatan rendah. Dari data tersebut tampak anak–anak dari keluarga yang kurang mampu cenderung semakin menurun. Persoalan lain terdapat pada pemanfaatan subsidi pendidikan antara anak–anak kota dan desa ada kecenderunga kuat, bahwa anak asal perkotaan memperoleh mafaat yang lebih besar dari subsidi pendidikan.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh badan penelitian (1995) ditemukan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan dasar antara lain :
1. Meskipun pertumbuhan pendidikan dasar mengalami pertumbuhan yang relatif cepat, tetapi masih tinggi angka putus sekolah dan tinggal kelas.
2. Dari angkatan kerja indonesia masih berpendidikan SD atau lebih rendah karena tidak tamat dan tiak sempat sekolah.
3. Pemerataan dalam akses dalam berbagai stratasosial ekonomi menunjukan bahwa terdapat ketimpangan antara murid dari keluarga yang berpendapatan tinggi dan dari keluarga yang berpendapatan rendah.
4. Angaran atau biaya dasar segaian besar masih tergantung pada pemerintah pusat, sedangkan peran orang tua dalam menanggung biaya pendidikan masih relatif rendah.
(dr. Nanang Fattah, Ekonomi dan pembiayaan pendidikan, Cet 1, 2000, PT Remaja Rosdakarya – Bandung (hal 93))
Oleh karena itu, upaya peningkatankemampuan sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar murid merupakan upaya yang paling realistis, kontribusi faktor–faktor sekolah tersebut terhadap peningkatan prestasi belajar inilah yang dimaksud sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan dasar.
Solusi
Krisis ekonomi dan moneler mengharuskan pengkajian ulangdalam pembiayaan pendidikan. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, maka diperlukan faktor–faktor sebagai berikut :
1. Kecukupan sumber–sumber pendidikan untuk menunjang proses pendidikan dalam arti kecukupan dalam jumlah dan mutu guru, buku teks bagi murid dan sarana yang memadaiuntuk itu diperlukan peningkatan anggaran pendidikan.
2. Kualitas manajemen sekolah harus ditingkatkan.
3. Alokasi anggaran lebih di prioritaskan untuk berbagai penyuluhan yang berlangsung menyentuh kebutuhan PBM.
4. Adanya kompetensi lulusan dengan kompetensi kebutuhan tenaga kerja maka perlu dikembangkan budaya mencari kerja menjadi budaya pencipta kerja.
5. peran serta masyarakat perlu ditingkatkan dalam penyelenggaraan pendidikan antara lain dengan mengembangkan mekanisme kerja sama saling menguntungkan bagi peserta didik, lembaga pendidikan, masyarakat dan dunia usaha.
6. Untuk menjembatani kesenjangan dalam kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu dengan melakukan restrukturisasi penerimaan dan pengeluran pendidikan menjadi salah satu prioritas utama yang harus dilakukan.
7. pendidikan dasar merupakan tahapan yang kritis dan awal yang baik dalam upayapembentukan watak dan kualitas SDM maka diadakan wajib belajar 9 tahun.
Pengaruh Tingkat Ekonomi Terhadap Perkembangan Emosi Siswa
I. latar Belakang Masalah.
Perkembangan ekonomi indonesia sekarang sudah mulai terpuruk. Banyak aset kita yang terjual, mau jadi apa bangsa ini. Sampai pendidikan pun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
II. Permasalahan.
Permasalahan yang kami ambil adalah “ Bagaimana pengaruh tingkat ekonomi lemah terhadap perkembangan emosi siswa”.
III. Pembahasan.
Dengan adanya tingkat ekonomi yang berbeda-beda, ada yang miskin, menengah dan kaya. Tentu sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi siswa. Untuk kalangan Menengah dan Kaya tentunya tidak menjadi masalah siswa akan merasa nyaman, tetapi sebaliknya apabila dari kalangan bawah, siswa akan merasa minder dengan teman-temanya karena belum punya buku, belum bayar SPP dan lain-lain. Sehingga akan menurunkan semangat belajar sehingga hasil belajarnya kurang memuaskan.
IV. Solusi.
1. Peran serta pemerintah lebih ditngkatkan lagi yaitu dengan membebaskan seluruh biaya pendidikan.
2. peran serta masyarakat untuk ikut serta membantu pemerintah dalam pendidikan bangsa Indonesia.
Upaya perluasan kesempatan memperoleh pendidikan, khususnya pedidikan dasar, menempati prioritas tertinggi dalam Pembangunan Pendidikan Nasional. Hal itu sangat beralasan karena sesuai dengan UUD 1945 dan GBHN yang mengamatkanbahwa :
a. Tiap-tiap warga negara berhak pngajaran.
b. Pemerintah berupaya untuk memperluas kesempatan pendidikan baik pendidikan dasar, kejuruan, profesional melalui jalur sekolah dan luar sekolah.
Dalam rangka memperluas kesempatan belajar, khususnya ditingkat pendidikan dasar, pemerintah telah menggariskan kebijakan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan dimulai dilaksanakan sejak tahun 1994/1995. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi kesenjangan sosial yang terjadi do masyarakat yang menuju kearah modernisasi dan industrialisasi, pendidikan dipandang sebagai salah satu faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas kerja tenaga kerja terdidik, oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan perluasan dan keadilan untuk memperoleh kesempatan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara.
Upaya peningkatan mutu perluasan pendidikan membutuhkan sekurang–kurangnya 3 faktor :
a. Kecukupan sumber–sumber pendidikan dalam arti kualitas tenaga kependidikan, biaya dan sarana belajar.
b. Mutu proses belajar mengajar yang dapat mendorong siswa belajar efektif.
c. Mutu keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap, ketrampilan, Dan nilai–nilai.
(dr. Nanang Fattah, Ekonomi dan pembiayaan pendidikan, Cet 1, 2000, PT Remaja Rosdakarya – Bandung (hal 90))
Dari data lapangan diperoleh informasi bahwa rata–rata tingkat putus sekolah dan tinggal kelas di tingkat dasar cukup tinggi, terutama didaerah pedesaan yang pada umumnya berasal dari keluarga yang pendapatanya rendah, disamping itu terdapat ketimpangan akses antara anak dari keluarga yang berpendapatan tinggi dengan anak dari keluarga yang berpendapatan rendah. Dari data tersebut tampak anak–anak dari keluarga yang kurang mampu cenderung semakin menurun. Persoalan lain terdapat pada pemanfaatan subsidi pendidikan antara anak–anak kota dan desa ada kecenderunga kuat, bahwa anak asal perkotaan memperoleh mafaat yang lebih besar dari subsidi pendidikan.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh badan penelitian (1995) ditemukan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan dasar antara lain :
1. Meskipun pertumbuhan pendidikan dasar mengalami pertumbuhan yang relatif cepat, tetapi masih tinggi angka putus sekolah dan tinggal kelas.
2. Dari angkatan kerja indonesia masih berpendidikan SD atau lebih rendah karena tidak tamat dan tiak sempat sekolah.
3. Pemerataan dalam akses dalam berbagai stratasosial ekonomi menunjukan bahwa terdapat ketimpangan antara murid dari keluarga yang berpendapatan tinggi dan dari keluarga yang berpendapatan rendah.
4. Angaran atau biaya dasar segaian besar masih tergantung pada pemerintah pusat, sedangkan peran orang tua dalam menanggung biaya pendidikan masih relatif rendah.
(dr. Nanang Fattah, Ekonomi dan pembiayaan pendidikan, Cet 1, 2000, PT Remaja Rosdakarya – Bandung (hal 93))
Oleh karena itu, upaya peningkatankemampuan sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar murid merupakan upaya yang paling realistis, kontribusi faktor–faktor sekolah tersebut terhadap peningkatan prestasi belajar inilah yang dimaksud sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan dasar.
Solusi
Krisis ekonomi dan moneler mengharuskan pengkajian ulangdalam pembiayaan pendidikan. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, maka diperlukan faktor–faktor sebagai berikut :
1. Kecukupan sumber–sumber pendidikan untuk menunjang proses pendidikan dalam arti kecukupan dalam jumlah dan mutu guru, buku teks bagi murid dan sarana yang memadaiuntuk itu diperlukan peningkatan anggaran pendidikan.
2. Kualitas manajemen sekolah harus ditingkatkan.
3. Alokasi anggaran lebih di prioritaskan untuk berbagai penyuluhan yang berlangsung menyentuh kebutuhan PBM.
4. Adanya kompetensi lulusan dengan kompetensi kebutuhan tenaga kerja maka perlu dikembangkan budaya mencari kerja menjadi budaya pencipta kerja.
5. peran serta masyarakat perlu ditingkatkan dalam penyelenggaraan pendidikan antara lain dengan mengembangkan mekanisme kerja sama saling menguntungkan bagi peserta didik, lembaga pendidikan, masyarakat dan dunia usaha.
6. Untuk menjembatani kesenjangan dalam kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu dengan melakukan restrukturisasi penerimaan dan pengeluran pendidikan menjadi salah satu prioritas utama yang harus dilakukan.
7. pendidikan dasar merupakan tahapan yang kritis dan awal yang baik dalam upayapembentukan watak dan kualitas SDM maka diadakan wajib belajar 9 tahun.
Pengaruh Tingkat Ekonomi Terhadap Perkembangan Emosi Siswa
I. latar Belakang Masalah.
Perkembangan ekonomi indonesia sekarang sudah mulai terpuruk. Banyak aset kita yang terjual, mau jadi apa bangsa ini. Sampai pendidikan pun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
II. Permasalahan.
Permasalahan yang kami ambil adalah “ Bagaimana pengaruh tingkat ekonomi lemah terhadap perkembangan emosi siswa”.
III. Pembahasan.
Dengan adanya tingkat ekonomi yang berbeda-beda, ada yang miskin, menengah dan kaya. Tentu sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi siswa. Untuk kalangan Menengah dan Kaya tentunya tidak menjadi masalah siswa akan merasa nyaman, tetapi sebaliknya apabila dari kalangan bawah, siswa akan merasa minder dengan teman-temanya karena belum punya buku, belum bayar SPP dan lain-lain. Sehingga akan menurunkan semangat belajar sehingga hasil belajarnya kurang memuaskan.
IV. Solusi.
1. Peran serta pemerintah lebih ditngkatkan lagi yaitu dengan membebaskan seluruh biaya pendidikan.
2. peran serta masyarakat untuk ikut serta membantu pemerintah dalam pendidikan bangsa Indonesia.