17 November 2012

Sertifikasi Guru yang Gagal

Ini dia berita yang mungkin membuat sesak dada para guru penerima tunjangan Profesi.... ANGGARAN besar, hasil kerdil, itulah ironi pendidikan nasional. Anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN yang telah dijamin konstitusi ternyata tidak mampu membuat kualitas pendidikan kita menjadi lebih baik.

Anggaran besar telah dihabiskan, tetapi kualitas pendidikan kita tetap jalan di tempat. Salah satu indikatornya ialah program sertifikasi guru yang dinilai gagal meningkatkan kualitas guru dalam mengajar.

Hasil survei Bank Dunia tentang kegiatan belajar-mengajar pada 2011 di beberapa negara, termasuk Indonesia, yang dirilis di Doha, Qatar, Kamis (15/11), menegaskan kegagalan program yang telah berlangsung selama lima tahun tersebut.

Hasil survei itu secara eksplisit menyimpulkan program sertifikasi guru tidak mengubah kualitas kegiatan belajar-mengajar di kelas.

Penguasaan siswa terhadap materi dan pelaksanaan pembelajaran dengan pedagogi pun dilaporkan lemah. Kemampuan siswa menguasai pelajaran setelah ada program sertifikasi masih sama dengan sebelum ada program tersebut.


Memang terlalu dini untuk menyatakan program yang telah menghabiskan dana ratusan triliun rupiah itu sia-sia belaka. Fakta bahwa dengan program sertifikasi itu kesejahteraan guru di negeri ini cukup meningkat sulit untuk diabaikan. Guru yang mengikuti program itu sedikit banyak juga mendapatkan tambahan penghasilan.

Namun, harus dicatat bahwa tujuan utama program sertifikasi guru ialah meninggikan kualitas tenaga pengajar. Tidak meningkatnya kualitas belajar-mengajar di kelas menjadi petunjuk bahwa sasaran program itu tidak tercapai.

Ironis, sebuah program nasional yang telah menghabiskan anggaran negara demikian masif itu ternyata tidak berdampak positif dalam sistem pendidikan nasional kita.

Sulit untuk memahami bagaimana mungkin program yang telah diimplementasikan dalam lima tahun terakhir dan diikuti lebih dari 1 juta guru itu tidak mampu memperbaiki kualitas belajar-mengajar di sekolah-sekolah kita.

Di luar temuan Bank Dunia itu, berbagai laporan yang kerap muncul di media massa juga memperlihatkan program itu sarat penyelewengan. Khususnya yang terkait dengan penyaluran anggaran yang menjadi hak guru peserta di program sertifikasi.

Berbagai kasus kecurangan saat penyaluran dana sertifikasi kerap dilaporkan, baik di level pemerintah daerah maupun di level guru itu sendiri. Kecenderungan yang telah dikeluhkan sejak beberapa tahun terakhir ini masih saja berlangsung.

Karena itu, kita khawatir, pelaksanaan program yang bertujuan mulia itu dalam praktiknya lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat. Alih-alih meningkatkan mutu pendidikan dan menyejahterakan guru, kita khawatir, program itu telah berakhir sebagai sumber pemborosan.

Karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus mengevaluasi secara menyeluruh. Jika perlu, hentikan saja program itu. Jangan biarkan program itu menjadi inefisiensi baru. (dikutip dari media Indonesia)

Kalau dihentikan... kelihatannya kok salah ya... harusnya di evaluasi lebih maksimal, dan perhatian secara maksimal.... cukup sudah peraturan yang lembek... ketatkan saja sistem penerimaan Tunjangan Profesi dengan menguatkan pendampinngan yang tegas... dengan sanksi pencabutan sertifikasi.... ! Karena itulah kenyataan yang ada... tak ada sanksi apapun ketika tak ada peningkatan sistem belajar mengajar.... hanya memboroskan uang negara...

0 komentar: